Kamis, 28 Januari 2010

MENCARI KEBERKAHAN DALAM BERUSAHA

Pandangan Islam Terhadap harta:

Harta adalah salah satu dari kebutuhan asasi manusia, dengan harta seseorang
bisa makan, minum, dan menopang kehidupannya, dengan harta ia dapat berzakat,
berinfak dan bershadaqah, dengan harta juga ia bisa memberi nafkah keluarga,
bahkan dengan harta pula ia bisa berjihad di jalanNya. Allah swt berfirman:

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta
itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik" .(QS. An-Nisa: 5)

Begitu pentingnya kedudukan harta dalam Islam, sehingga banyak sekali ayat
Al-Qur'an maupun hadits nabi membicarakan tentang harta, baik cara mencari,
menginfakkan maupun bagaimana berinteraksi dengannya. Allah swt berfirman:

"...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu." (QS. An-nur: 33)

Dalam ayat tersebut Allah swt. menyandarkan kata "Mal" (harta) kepada kata
"Allah", karena pada prinsipnya harta adalah milik Allah yang harus diusahakan
dan didistribusikan sesuai dengan petunjuk dan aturan Allah.

Dan dalam hadits Rasulullah saw banyak mengingatkan umatnya tentang harta, bahwa
di antara pertanyaan yang diajukan di akhirat adalah terkait dengan harta,
bagaimana cara mencarinya dan bagaimana pula cara membelanjakannya, dengan
sabdanya:

"Tidak akan tergelincir kedua kaki seorang hamba di hari Kiamat, sehingga
ditanya empat hal: tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang umurnya
kemana dihabiskan, tentang hartanya dari mana didapatkannya dan untuk apa ia
dibelanjakan" (HR At-Thabrani)

Mencari harta adalah kebutuhan sekaligus kewajiban:

Berusaha, bekerja, dan melakukan aktivitas ekonomi adalah suatu kewajiban
sekaligus tuntutan kehidupan, bahkan Islam menganggapnya sebagai ibadah Apapun
bentuk pekerjaannya apabila tidak bertentangan dengan ketentuan agamanya.

Hal itu sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw:

Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah swt
mencintai seorang mukmin yang mempunyai keahlian." (HR. Thabrani)

Dan telah dicontohkan oleh beliau langsung dengan berdagang, juga dicontohkan
oleh para nabi terdahulu, seperti yang disebutkan dalam hadits-hadits berikut:
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Daud as. dulu tidak
pernah makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri." (HR. Bukhori)

Dan dari Abu Hurairah juga bahwa Rasulullah saw bersabda: "Zakariya as. dulu
adalah tukang kayu." (HR. Muslim) Dianggap Ibadah karena Rasulullah saw. pernah
bersabda:

Dari Ka'ab bin Ujrah ra. berkata: ada seorang laki-laki lewat di hadapan
Rasulullah saw. dan para sahabat melihat kegigihan dan semangatnya, maka mereka
berkata: Ya Rasulullah, seyogianya semangat seperti ini di jalan Allah, maka
Rasul pun menjawab: "Apabila ia keluar mencari rezki untuk anak-anaknya yang
masih kecil maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari rezki untuk kedua
orang tuanya yang sudah tua maka ia di jalan Allah, apabila ia keluar mencari
rezki untuk dirinya untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri maka ia di jalan
Allah, dan apabila ia keluar mencari rezki karena riya dan berbangga-bangga maka
ia di jalan syaitan. (HR. Thabrani di targhib wa tarhib)

Nilainya harta itu ada pada keberkahan, dan keberkahan itu ada pada yang halal:

Karena mencari harta adalah kewajiban, maka tidak boleh dilakukan secara
serampangan, tanpa mempedulikan halal dan haram. Karena nilainya harta itu ada
pada keberkahan, dan keberkahan itu hanya ada pada yang halal. Oleh karena itu,
setiap kita hendak berusaha mencari rezki maka yang harus ada di benak kita
pertama kali adalah kehalalan. Karena Rasulullah saw. bersabda:

Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: „Mencari yang halal itu
wajib bagi setiap muslim. (HR. Thabrani)

Dan dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah swt. senang
melihat hamba-Nya berjalan mencari yang halal." (Kanzul Ummal 4/9200)

Imam Suyuti berkata: "Setiap kata 'baroka' atau 'tabaroka' selalu disandarkan
kepada kata 'Allah', hal itu menunjukkan bahwa keberkahan itu hanya bisa didapat
dengan upaya menyelaraskan usaha dan kerja kita dengan ajaran dan syariat Allah
swt. Dengan memastikan kehalalan usaha yang dilakukan, dan hasil yang
didapatkan.

Imam Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ia berkata: "Aku membaca ayat ini:

"Hai manusia makanlah dari bumi yang halal dan baik dan janganlah kalian
mengikuti langkah-langkah syaitan sesungguhnya ia bagi kalian adalah musuh yang
nyata. (QS. Al-Baqarah:168)

Maka Sa.ad bin Abi Waqqas berdiri dan berkata: Ya Rasulullah doakan aku agar
Allah menjadikan aku orang yang selalu diterima doanya, maka Rasulullah pun
bersabda: .Ya Sa.ad, perbaikilah makananmu maka engkau menjadi orang yang
dikabulkan doanya, demi Dzat yang dimana diriku berada dalam kekuasaannya,
sesungguhnya seseorang yang memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam
perutnya tidak akan diterima doanya selama 40 hari, dan setiap daging yang
tumbuh dari harta yang haram dan riba maka neraka lebih layak baginya.. (HR.
Thabrani, 14/261)

Dari Jabir bin Abdillah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Ya Ka'ab bin
Ujrah, aku mintakan perlindungan kepada Allah untukmu dari kepemimpinan
orang-orang yang bodoh, ia bertanya: Siapakah itu ya Rasulullah? Beliau
bersabda: "Mereka adalah para pemimpin yang akan datang setelahku, barang siapa
yang masuk kepada mereka kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, dan
menolongnya atas kezhaliman yang dilakukannya maka ia bukan termasuk golonganku
dan aku bukan dari golongannya dan ia tidak akan singgah di telagaku. Dan barang
siapa yang tidak masuk kepada mereka, tidak mempercayai ucapan mereka, dan tidak
menolong atas kezhaliman yang dilakukan maka ia termasuk golonganku dan aku
bagian darinya dan ia akan bisa menyambangi telagaku. Ya Ka'ab, shalat itu bisa
mendekatkan diri kepada Allah, puasa itu perisai, dan shadaqah itu bisa
menghapus kesalahan sebagaimana air bisa menyiram api. Ya Ka'ab, tidak akan
masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari barang haram, dan neraka lebih baik
baginya. Ya Ka'ab, manusia itu di pagi hari ada dua macam, ada yang menjual dan
membinasakan dirinya, dan ada yang membeli dan memerdekakan dirinya. (HR. Ahmad
30/296)

Dan dalam hadits yang lain disebutkan:

Dari Abu Hurairah ra beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: "Hai manusia
sesungguhnya Allah swt itu baik, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan
sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman dengan apa yang Dia
perintahkan kepada para Rasul, maka Dia berfirman:

"Wahai Rasul makanlah dari yang baik-baik dan berbuatlah yang shalih
sesungguhnya saya Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Dan Dia juga berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman makanlah yang baik dari rezki yang telah Kami
berikan kepada kalian."

Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang bepergian jauh, rambutnya awut-awutan
dan penuh debu, yang mengangkat kedua tangannya ke atas langit seraya berkata:
.Ya Rabbi ya Rabbi sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya juga
haram dan dia diberi makan dengan sesuatu yang haram, maka dari mana dia akan
bisa dikabulkan (doanya) ?" (HR. Muslim 1686).

Pada prinsipnya semua jenis usaha (muamalat) itu dihalalkan sampai ada unsur
yang mengharamkan:

Dengan semakin majunya teknologi informasi, ada banyak ragam jenis usaha yang
tidak disebutkan dalam buku-buku fiqih klasik, dan belum dibahas oleh para
ulama, baik yang berkaitan dengan jual-beli, maupun yang berkaitan dengan jenis
usaha lainnya, seperti halnya jual-beli dengan cara MLM. yang tentunya
diperlukan adanya kejelian dalam memahami, agar bisa memposisikan dan memastikan
kehalalan bisnis tersebut. Tidak tasyaddud dengan menutup diri dari berbagai
macam bisnis, karena takut terperangkap dalam bisnis atau usaha yang diharamkan,
dan tidak tasahhul dengan menganggap bahwa ini adalah tuntutan zaman, sehingga
tidak perlu memastikan kehalalan dan keharaman.

Keduanya jatuh dalam sikap ifrath (berlebihan) dan tafrith (gegabah), sementara
Islam adalah agama wasathi (moderat), mengajarkan umatnya untuk mengambil jalan
tengah, dengan mempersilakan umatnya terjun di bidang usaha seluas-luasnya,
memanfaatkan teknologi modern semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan
hukum halal haram. Karena pada prinsipnya semua jenis muamalah itu dihalalkan
sampai adanya dalil yang mengharamkan. Sesuai dengan kaidah fiqih:

Oleh karena itu, wajib bagi seseorang yang akan terjun di bidang usaha, untuk
mempelajari hukum jenis usaha yang akan dilakukannya, agar usaha yang dia
lakukan itu benar, dan keuntungan yang ia dapatkan juga halal sehingga
memberikan keberkahan. Hal itu seperti yang diriwayatkan dari Umar bin
al-Khatthab ra. bahwa ia selalu keliling pasar seraya mengatakan:

"Tidak boleh berjualan di pasar kami kecuali orang yang memahami hukum jual
beli, jika tidak, ia akan makan riba, disadari atau tidak".

Beberapa penyebab diharamkannya sebuah usaha:

Berdasarkan kaidah muamalah di atas, maka semua jenis usaha itu dihalalkan,
kecuali jika di dalamnya terdapat salah satu dari unsur berikut:

1- Kezhaliman. Yaitu adanya salah satu pihak yang dirugikan, atau dizhalimi.
Seperti jual beli dengan menyembunyikan cacat barang (ghisy), atau menaikkan
harga barang dengan tujuan agar orang lain mau membelinya (najsy), menjual atau
membeli barang yang sedang dijual atau dibeli oleh orang lain, menimbun
kebutuhan pokok manusia untuk dijual dengan harga yang mahal, melakukan
pemalsuan produk, dan semua transaksi usaha yang menjanjikan keuntungan kepada
pihak tertentu dengan mengorbankan pihak lainnya.

2- Gharar (tipuan). Yaitu setiap transaksi yang mengandung gharar (tipuan) yang
disebabkan karena adanya al-jahalah (ketidakjelasan) baik pada produk barang
yang dijual-belikan maupun pada harga. Seperti jual beli atau transaksi bisnis
dimana produk yang menjadi obyek jual beli tidak jelas; fisik barangnya tidak
jelas, sifat dan ukurannya juga tidak jelas, bahkan produknya tidak bisa
diserahterimakan.

3- Riba. Yaitu setiap transaksi yang di dalamnya terdapat bunga apapun nama dan
istilahnya, seperti transaksi usaha antara kedua belah pihak dengan menjanjikan
keuntungan pasti setiap bulannya sekian persen kepada salah satu pihak baik
dalam keadaan untung maupun rugi. Transaksi seperti ini juga mengandung
kezhaliman, karena bisa menzhalimi pihak lain. Oleh karena itu, Allah swt
melarang dengan firmanNya:

"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya."

4. Maisir (gambling), yaitu semua transaksi yang mengandung spekulasi
(mukhothoroh), seperti undian berhadiah, sms berhadiah, perlombaan dengan hadiah
yang diberikan dari dana iuran peserta.


Perlunya dihidupkan kembali semangat bertanya:

Setiap muslim mengharapkan agar semua yang dilakukannya bisa bernilai ibadah,
mendapatkan ridha dan pertolongan Allah swt. Untuk itu, semangat berusaha untuk
mencari harta harus dibarengi dengan semangat untuk tetap berada dalam ridha
Allah swt, agar hidupnya selalu dalam keberkahan. Hal itu dengan cara
menghidupkan kembali bashirah (mata hati) untuk melihat bahwa bisnis atau usaha
yang digelutinya benar-benar halal, tidak ada unsur syubhat apalagi yang
diharamkan. Tidak mudah terjebak dengan banyaknya keuntungan yang dijanjikan.
Dan jika hal itu tidak bisa dilakukan, maka semangat "yas'alunak" (semangat
bertanya) kepada yang memiliki kafaah harus tetap dilakukan. Allah swt
berfirman:

[arabic text cannot displayed]


Wallahu A'lam bish-showab

DR. KH. SURAHMAN HIDAYAT, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar